Entah kenapa Pemilihan Presiden
2014 ini sangat berbeda dengan pilpres tahun-tahun sebelumnya. Mungkin, karena
hanya ada dua calon dan keduanya merupakan orang-orang baru. Tidak seperti
tahun-tahun sebelumnya yang kandidat capres dan cawapres adalah orang-orang
lama dari partai politik lama pula. Jadi, masyarakat penasaran kira-kira siapa
ya yang bakal menggantikan Pak SBY nanti.
Saya pribadi sangat antusias
sekali dengan Pilpres 2014 ini. Apalagi, suasana yang memanas di berbagai media
sosial beberapa bulan terakhir ini. Keberadaan media sosial seperti facebook
dan twitter menjadi sasaran empuk bagi para simpatisan masing-masing Capres
untuk saling lempar argumen. Bahkan, mereka tak segan-segan saling menjatuhkan
lewat black champaign yang gencar dilakukan.
Terlepas dari berita “black
champaign” itu benar atau salah, saya sih santai saja. Meskipun tiap hari
selalu saja ada black champaign yang menghiasi timeline saya, tapi toh itu
bukan hal yang mengganggu. Justru isu-isu yang disebar itu malah membuat saya
semakin tahu sisi lain dari masing-masing Capres.
Saya pribadi bukan pendukung
salah satu capres, meskipun saat pemilu kemarin saya harus tetap memilih salah
satu dari mereka. Tapi, saya lebih bersikap netral saja. Menurut saya, setiap
calon pemimpin itu memiliki gaya kepemimpinan tersendiri dengan segala
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jadi, kelebihan Pak Prabowo belum
tentu ada di Pak Jokowi dan kelebihan Pak Jokowi belum tentu ada di Pak
Prabowo.
Tapi, yang membuat saya heran,
kenapa Pilpres 2014 ini tidak seramai pemilihan caleg atau pemilihan kepala
desa kemarin ya? Apa mungkin karena hanya ada dua calon jadi masyarakat lebih
mudah memilih dan tidak perlu lama-lama di TPS. Padahal, menurut pengalaman
saya kemarin saat menjadi anggota KPPS, masyarakat masih penuh sesak di TPS
hingga hampir penutupan lho. Keadaan ini juga tidak terjadi di tempat tinggal
saya saja, tetapi juga di desa-desa tetangga.
Pertanyaan yang muncul dalam
benak saya adalah benarkah euphoria Pilpres tidak ramai karena ada hubungannya
dengan tidak adanya “amplop putih”?
Ya, bagi masyarakat desa “amplop
putih” atau uang yang diberikan oleh tim sukses partai memang hal yang paling
ditunggu. Mereka tidak mempedulikan bahwa itu adalah bentuk money politic yang
seharusnya dihindari. Tapi, mereka berpikir bahwa itu adalah rejeki mereka yang
patut disyukuri. Yah, apapun pendapat mereka saya harap mereka bisa memilih
Capres dan Cawapres berdasarkan hati dan logika, bukan karena ada embel-embel ‘amplop’nya.
Keadaan yang berbeda justru
ditunjukkan di televisi. Hampir setiap stasiun televisi memiliki kandidat yang
dijagokan. Buktinya, sampai sekarang hasil quick count saja masih berbeda antar
stasiun TV satu dengan yang lain. Kok bisa ya?
Hmm… saya tidak mau dipusingkan
dengan hal itu sih. Bagi saya yang terpenting adalah siapapun yang menjadi
presidennya nanti bisa membawa perubahan yang baik bagi bangsa dan negara. Amiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sudah berkunjung, nggak enak dong kalo nggak ninggalin jejak.
Silahkan berkomentar yang sopan yaa....