Pages

1 Agustus 2013

MENGHARAP MAAF IBU

Dalam kehidupan ini, terkadang ada hal-hal yang tak bisa kita sampaikan pada seseorang lewat lisan. Mungkin karena takut melukai, terlalu menyakiti, atau karena tak ingin ada benci. Begitu pula dengan diriku. Betapa inginnya aku menyampaikan kata maafku pada ibu. Namun, entah kenapa aku selalu tak mampu. Dihadapan ibu, nyali ku ciut. Lidahku kaku, dan bibirku kelu. Jika sudah begitu, lebih baik aku pilih membisu. Dan, membiarkan perasaan ini menghantui hari-hariku.

Ibu, lewat tulisan ini. Aku ingin engkau tahu. Betapa inginnya aku bersimpuh memohon maaf mu. Ibu, aku tahu kau tak pernah setuju dengan keputusanku untuk bekerja di luar kota. Aku sangat memahami perasaanmu itu. Ibu pasti tak ingin aku tinggal lagi kan? Setelah 4 tahun kemarin aku kuliah di luar kota. Tapi ibu, terkadang dalam hidup ini kita harus memilih. Bukan aku tak sayang ibu. Seandainya rizki bisa ku atur. Pasti aku sudah mengaturnya dari dulu. Aku sudah meminta pada Allah untuk memberikan rizki ku di tempat kita tinggal. Dengan begitu, aku tak perlu jauh-jauh dari ibu. Aku tak perlu merasakan bagaimana sengsaranya menjadi anak kos, yang setiap hari hanya makan mi instan dan nasi kucingan. Tentu saja aku akan memilih tinggal bersama ibu.

Tapi ibu, sayangnya rizki bukan aku yang mengatur. Allah-lah Dzat yang Maha Kuasa mengaturnya. Aku tak tahu dimana rizki ku akan diturunkan, mungkin di kota tempat tinggal kita, atau mungkin di luar kota. Dan selama aku mampu, aku akan berusaha untuk mencari rizki itu.
Ibu, bukan aku tidak percaya pada kekuatan doa. Tapi berdoa pun perlu logika. Selama ini aku sudah berusaha melamar kerja di dalam kota, dan berdoa supaya segera dapat panggilan kerja. Tak perlu gaji tinggi, yang penting aku bisa bekerja. Tapi apa daya? Rizki ku tak kunjung datang juga. Jika begitu apa aku harus berdiam diri saja?

Ibu, di langit Jogja aku gantungkan segala harapan dan mimpiku. Sungguh tak ada niatku ingin main-main disana. Aku hanya ingin sungguh-sungguh bekerja. Agar kelak bisa membawa kebaikan bagi kita semua. Dan, jika Allah mengizinkan, aku juga ingin melanjutkan S2 di sana. (Untuk permintaan ini, aku hanya bisa berharap).

Ibu, waktu terus berjalan. Tak mungkin aku harus berdiam diri menatap kehidupan yang terus menua? Ibu, betapa inginnya aku membahagiakan ayah dan ibu. Aku ingin... bisa mencukupi kebutuhan ayah dan ibu di hari tua nanti. Aku harus melakukan suatu perubahan demi kehidupan kita yang lebih baik. Maafkan aku ibu, jika tak menuruti keinginanmu. Kelak kau pasti akan tahu betapa sayangnya aku padamu. Mudah-mudahan kau mau memberikan ridha mu atas semua usaha yang aku lakukan, karena tanpa ridha dan doa mu aku bukanlah apa-apa. Loving you always...