Pages

26 Juni 2014

Stuck On You



26 Januari 2014 adalah mimpi buruk bagiku. Aku tak menyangka kamu akan semudah itu memutuskan hubungan yang telah 4 tahun lebih kita bina. Saat itu, dunia ku seperti runtuh. Aku seolah kehilangan sandaranku. Aku kehilangan tempat berbagi. Aku kehilangan sosok sahabat, partner, kakak dan ayah buatku. Aku kehilangan dunia kecilku yang selama ini terasa berwarna karenamu. Aku benar-benar jatuh dan seolah merasa di titik paling terbawah dalam hidupku.

Berhari-hari aku hanya menghabiskan waktu dengan menangis dan mengingatmu. Mengingat semua kenangan pahit dan manis yang pernah kita lalui bersama. Aku benar-benar rapuh saat itu. Apalagi, mengingat semua sikap dan perkataan ketika kamu memutuskanku. Rasanya aku seolah tak pernah ada dalam hidupmu dan tak berarti apa-apa lagi dalam hidupmu.

Apalagi belum genap sebulan kita putus kamu sudah menjalin hubungan dengan wanita lain. Kamu berbohong padaku. Kamu bilang kamu hanya ingin focus kuliah dan kerja. Tapi kenyataannya apa. Kamu malah bilang, sebelum putus denganku kamu sudah menaruh hati pada perempuan itu. Ah, kau begitu jahat waktu itu.

Berbagai cara aku lakukan demi bisa move on dari kamu. Aku mencari-cari kesibukan, apapun itu. Hingga akhirnya aku diterima kerja di tempat ini. See… I’m a wonder woman now. Aku tak pernah membayangkan bisa melakukan perjalanan sejauh ini tiap hari pula. Jarak kantor dari rumah berkilo-kilo meter dan butuh waktu 1 jam perjalanan. Aku yang dulunya penakut dan tak berani travelling sendiri, kini aku bisa pergi kemanapun, lonely. I’m great.

Di saat aku jatuh seperti ini, aku sadar bahwa ternyata banyak sekali orang lain yang sangat sayang padaku. Bukan cuma kamu!!! Orang tuaku, adik-adikku, kerabat-kerabatku, sahabat-sahabatku. Semuanya ada di belakangku dan aku tak sendiri. Mereka yang selalu menguatkan aku dan mengatakan kalau kamu tak pantas untukku.
Hmm…. Sepertinya memang benar. Tak ada hal yang bisa aku pertahankan dari mu yang tidak tegas, suka pencitraan, egois (selalu  mementingkan orang lain daripada aku), dan satu lagi …. Suka mengulang kesalahan yang sama. Padahal aku telah memberimu kesempatan untuk bisa memperbaiki sikap, dan setelah 4 tahun ternyata kamu mengulanginya lagi.

And now…. Setelah  5 bulan kita tak bersama. Setelah aku putuskan untuk benar-benar menutup pintu hatiku untukmu. Kamu berkali-kali datang lagi. Menceritakan semua beban hidupmu selama ini. Meminta bantuanku untuk bisa lepas dari semua itu. Ah, aku harus berbuat apa?

Sebenarnya aku merasa kecewa dengan sikapmu dulu. Aku pikir kamu masih ada buatku kala aku butuh bantuanmu. Tapi, saat aku benar-benar butuh bantuanmu kamu malah menghindariku. Dan kamu bilang, “Apa tak ada orang lain yang bisa kamu mintai bantuan, selain aku?” Lalu, kamu bilang lagi, “Sebenarnya saat ini aku sedang dekat dengan cewek lain. Kamu tau kan kalau aku dekat dengan cewek, aku nggak mau jalan dengan cewek manapun termasuk kamu. Aku harap kamu bisa ngerti”.

Tuhan…. Sebenarnya hati manusia itu terbuat dari apa? Kenapa ada dia, yang memintaku memahaminya padahal aku sangat butuh bantuannya. Hanya karena ada “orang lain” di hatimu, kamu tega tidak peduli lagi dengan aku. Orang yang selama 4 tahun ini selalu mendampingi kamu. Apa kamu nggak ingat selama ini kamu lari pada siapa kalau kamu butuh bantuan?

Ah, sudahlah aku tak mau membahas hal ini. Dan seperti inilah yang terjadi sebaliknya padamu. Kamu lari padaku lagi saat kamu butuh bantuan. Sebenarnya aku bisa saja mengulang kata-katamu yang dulu.  “Apa tak ada orang lain yang bisa kamu mintai bantuan, selain aku?”

Tapi, hati kecilku tak tega mengatakan hal itu. Aku selalu berusaha memposisikan diriku pada posisi orang lain. Saat aku yang berada di posisimu dan tak ada orang yang mau membantuku, aku pasti akan sangat sedih sekali. Dan aku tak mau kamu bersedih seperti itu. Rasa sedih itu hanya akan membuatmu menjadi pembenci dan pendendam.

Stuck On You. Aku terjebak pada keadaan ini. Tak ada pilihan yang lebih baik selain aku membantumu. Aku harap kamu tidak berpikir apapun tentang niat baikku. Aku hanya ingin membantu orang lain selagi aku mampu, termasuk kamu. Biarlah orang lain berpikir aku tak pantas berbuat baik padamu. Tapi, aku akan tetap melakukannya selama aku mampu.

Apa sih sebenarnya yang dicari dalam hidup ini? Toh, tak ada gunanya memelihara benci dan dendam. Apa yang selama ini kamu lakukan padaku, aku yakin hanya kamu dan Tuhan yang tahu apa maksudnya. Biarlah Tuhan yang akan membalas semuanya. Aku sudah menyerahkan urusan hidupku padaNya.

Terkadang Tuhan menolong hamba-Nya lewat perantara orang lain. Aku yakin ini adalah cara Tuhan membantu hamba-Nya yang memang sedang butuh pertolongan. Dan aku pikir Tuhan membantumu lewat tanganku. Suatu saat nanti ketika aku pun membutuhkan bantuan, aku harap Tuhan juga akan membantuku, meski tidak melalui tanganmu.

20 Juni 2014

KETIKA HIDUP HARUS SEIMBANG



Kehidupan ini tak ubahnya dengan roda yang berputar, kadang kita di atas dan kadang kita di bawah. Adakalanya saat kita merasa di atas, kita lupa pada mereka yang di bawah kita. Kita hanya memandang orang-orang yang sejajar dengan kita tanpa pernah peduli pada Dia yang ada di atas kita. Kita lupa bahwa apa yang kita punya saat ini hanya sementara. Kita terlalu percaya diri pada kesuksesan yang kita miliki adalah semata-mata murni usaha kita sendiri. Padahal tanpa kita sadari ada tangan-tangan yang selalu membantu kita. Tapi kita lupa dan menganggap mereka tak punya andil apa-apa dalam hidup kita. Lantas kita berfoya-foya dan mencari kesenangan duniawi. Sampai suatu ketika Tuhan mengingatkan kita dengan caranya yang tanpa kita duga. Apa yang selama ini kita klaim hasil kerja keras kita, semuanya raib diambil pemiliknya. Harta, tahta, pasangan, keturunan, ilmu, karir… semuanya nyaris tak ada yang tersisa jika Tuhan telah berkehendak. Lalu, siapa yang kita salahkan? Menyalahkan orang-orang di sekitar kita karena tak mau membantu saat kita ditimpa musibah. Lalu, dimana kita saat mereka membutuhkan bantuan kita?

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Ketika semua yang kita banggakan nyaris tak bersisa, hanya raung tangis penyesalan yang menyelimuti kita. Inilah saat dimana kita merasa paling bawah.  Roda kehidupan telah berputar dan tak ada yang mampu mencegahnya selain perilaku kita. Saat kita di bawah seperti ini, yang ada hanya perasaan sedih, pesimis, dan bersalah. Kita selalu menganggap tak ada yang bisa kita lakukan selain hanya sedih dan pasrah. Kita menunggu keajaiban akan datang dengan sendiri pada kita. Tanpa kita cari, tanpa kita peduli. Lalu, apa yang kita lakukan selama kita dalam roda paling bawah? Menangis? Menyesal? Merutuki diri sendiri? Menyalahkan orang lain? Mengunci diri dari kehidupan di luar?

Tuhan menciptakan roda kehidupan bukan tanpa alasan. Roda kehidupan ada agar kita seimbang. Saat kita di atas, kita harus selalu mawas diri bahwa suatu ketika kita juga akan di bawah. Dan saat kita di bawah, kita juga harus yakin bahwa pada saatnya nanti kita akan ada di atas. Lika-liku hidup di dunia hanyalah sebuah proses menuju kehidupan yang kekal di akhirat. Entah saat kita di atas atau di bawah, kita harus ingat bahwa kehidupan ini hanya sementara. Ada kehidupan lain yang lebih kekal di sana.

Lalu, apa yang kita harus kita lakukan? Apa kehidupan di dunia ini tak ada gunanya?

Semua tetap berguna. Tinggal bagaimana kita menyikapi kehidupan ini. Kita memang telah memilih takdir kita sendiri. Tapi kita juga harus berusaha untuk mengubahnya pabila takdir yang kita jalani tidak baik. Ingatlah pada kehidupan setelah ini dan pemilik kehidupan. Niscaya akan ada jalan yang terbaik untuk kita. Semua proses yang kita jalani dalam kehidupan ini hendaknya didasari dengan tujuan kebaikan untuk kehidupan lain setelah ini. Entah itu saat kita di atas ataupun di bawah.

Ada akhir dimana kita harus meninggalkan apa yang telah kita jalani di dunia. Jika selama ini kita selalu di atas, pikiran-pikiran kita selalu disibukkan dengan  materi dan kekuasaan, lalu apa yang kita persiapkan untuk kehidupan setelah ini? Atau jika selama ini kita selalu di bawah dan pikiran-pikiran kita disibukkan dengan bersedih dan mengeluh, lalu apa kita sanggup menjalani kehidupan berikutnya jika ternyata tidak sama baiknya dengan kehidupan kita sekarang?

Segala sesuatu yang dijalani dengan seimbang akan terasa lebih nikmat daripada kita lebih memprioritaskan salah satu. Sama halnya kalau kita makan saja tanpa minum, apakah kita akan bisa merasakan kenikmatan dari makanan kita?

Tentu saja tidak. Begitu pula dengan kehidupan. Kebahagiaan dan kesedihan adalah proses yang harus kita jalani. Kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan bila kita tidak pernah bersedih.
Jadi, untuk kita yang selalu merasa bahagia ataupun merasa sedih. Percayalah akan ada akhir dari semua ini. Yang perlu kita lakukan hanyalah mempersiapkan diri menghadapi semua kemungkinan yang kapanpun bisa terjadi.