Pages

3 April 2014

Tentang Aku, Kamu, Kopi dan Kita



Menikmati istirahat senja bersama secangkir white coffee, aku kembali teringat padamu.
Sungguh, meski sudah dua bulan lebih kita berpisah, pikiranku terus saja tertuju padamu. Tak pernah sebetikpun, bayangmu lepas dari ingatanku. Kamu, dan semua memori tentangmu terus saja bergulir dalam benakku.

Kau tahu, aku selalu merindukan saat-saat senja bersamamu. Aku selalu menanti senja yang indah bersamamu. 

Tapi… itu dulu.
Saat kita masih bersama. Saat kau selalu menjadi malaikatku dan aku adalah peri kecilmu.
Betapa berharganya waktu senja buatku.

Kenapa?
Karena saat senja aku bisa bertemu denganmu. Karena saat senja aku bisa melepaskan lelah bersamamu. Karena saat senja aku bisa berbincang denganmu. Karena saat senja aku bisa membuatkan secangkir kopi untukmu. 

Masih ingatkah kau?
Saat senja kau selalu datang ke rumahku. Dan seperti biasa, aku akan menyambutmu dengan senyum termanisku.
Memang sih, sesekali aku menyambutmu dengan tampang manyunku, meski sejujurnya hatiku sangat girang karena kau datang. Kau tahu, itu karena aku merasa kesepian tanpa dirimu. Terkadang, kau pergi meninggalkanku terlalu lama. Dan aku selalu sakit menahan rindu padamu.

Tapi, bagaimanapun perasaanku saat itu. Secangkir kopi akan selalu aku suguhkan padamu.
Lalu, kau akan berkata, “Aku sudah kenyang.”
Tapi, aku tetap menyodorkan secangkir kopi itu di dekatmu. Membiarkannya perlahan menguar sambil mencuri dengar pembicaraan kita.

Kau pun mulai bercerita tentang semua hal yang kau lakukan saat jauh dariku. Tentang pekerjaanmu, tentang kuliahmu, tentang keluargamu, tentang teman-temanmu, dan tentang dirimu yang –katanya- selalu merindukanku.

Aih, aku begitu tersipu. Kau tak pernah berusaha merayuku. Tapi kepolosanmu selalu mampu membuatku luluh saat di depanmu.
Tentang caramu berpikir dan caramu menjalani hidup membuatku bangga padamu.

Saat itu, aku pun dengan hikmat mendengarkan setiap tutur ceritamu. Meski setelah itu aku selalu lupa dengan apa yang kau ceritakan. Mungkin, itu karena aku tersihir oleh pesonamu.

Sesekali aku menimpali ceritamu. Sesekali pula aku hanyut dalam auramu. Ah, kau memang selalu mampu mengalihkan duniaku.
Lantas, kau akan mencecap sedikit demi sedikit kopi yang telah menguar itu. Kau haus? Tentu saja aku tahu itu.
“Katanya sudah kenyang?” cibirku saat cangkir di sampingmu telah kosong tak bersisa. Kau hanya meringis, menahan malu.

Ah, tadi itu hanya pura-pura kan? Aku tahu kau haus, lelah dan kedinginan. Makanya aku selalu menyuguhkan kopi untuk menghangatkan tubuhmu.

Ah, mengingatmu. Rasanya tak pernah habis kata-kataku untuk melukiskan betapa aku senang bisa mengenalmu.Betapa bahagianya aku pernah menjadi bagian dalam hidupmu.
Sama seperti saat ini. Saat kita tak lagi bersama. Bayangmu seakan tak pernah lari dari pelupuk mataku.
Selalu saja ada hal yang membuatku menumpahkan kata-kata untuk mengenangmu. 
Apa kau juga begitu? Masihkah ada aku di hatimu?

Ah, lagi-lagi air mataku kembali menggenang. Bukan karena aku menyesali perpisahan kita. Tapi aku selalu menyesali pertemuan kita.
Pertemuan yang sempat melambungkan angan dan mimpiku. Aku menyesali kenapa aku tak bisa melupakanmu. Dan aku menyesali kenapa aku begitu rapuh tanpamu.

Kau tahu, aku selalu merindukan saat senja bersamamu. Aku selalu merindukan menyuguhkan secangkir kopi untukmu.
Akankah semua itu bisa terulang kembali?

Ah, andai saja waktu dapat ku putar. Aku ingin kembali mengulang saat kita bersama. Dan aku akan memohon pada sang pemilik waktu untuk menghentikan waktu mu dan waktu ku saat itu juga. Karena aku tak pernah ingin kehilangan waktu tanpa kamu.

Kita sudah menjalani ribuan hari bersama. Suka dan duka kita lewati bersama. Masih ingatkah kau tentang semua itu?
Kalau kita mampu bertahan selama itu. Kenapa kita tak mampu bertahan untuk waktu yang lebih lama lagi? Bukankah masih ada cinta di antara kita?

Aku tak pernah berusaha mengenyahkan kenanganmu dalam hatiku. Tapi, aku belajar untuk membiasakan diri hidup tanpamu. Aku akan selalu merawat kenangan kita, meski rasanya tak lagi sama.

Biarlah aku melewati hari-hari sepiku tanpamu. Biarlah aku menikmati rasa sakit karena rindu padamu. Biarlah hanya kopi ini yang mnjadi penghangat tubuhku, saat aku lelah menantimu.
Kau tahu, aku akan selalu menunggu saat itu. Saat kau kembali padaku, dan saat itu pula aku akan menyuguhkan kopi untukmu.

Aku selalu percaya pada takdir Tuhan. Jika memang Tuhan menakdirkan kita untuk berjodoh, Tuhan akan mempertemukan dan menyatukan kita kembali dengan caranya yang jauh lebih indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sudah berkunjung, nggak enak dong kalo nggak ninggalin jejak.
Silahkan berkomentar yang sopan yaa....