Menikmati
istirahat senja bersama secangkir white coffee, aku kembali teringat padamu.
Sungguh,
meski sudah dua bulan lebih kita berpisah, pikiranku terus saja tertuju padamu.
Tak pernah sebetikpun, bayangmu lepas dari ingatanku. Kamu, dan semua memori
tentangmu terus saja bergulir dalam benakku.
Kau tahu,
aku selalu merindukan saat-saat senja bersamamu. Aku selalu menanti senja yang
indah bersamamu.
Tapi… itu
dulu.
Saat kita
masih bersama. Saat kau selalu menjadi malaikatku dan aku adalah peri kecilmu.
Betapa berharganya
waktu senja buatku.
Kenapa?
Karena saat
senja aku bisa bertemu denganmu. Karena saat senja aku bisa melepaskan lelah
bersamamu. Karena saat senja aku bisa berbincang denganmu. Karena saat senja
aku bisa membuatkan secangkir kopi untukmu.
Masih ingatkah
kau?
Saat senja
kau selalu datang ke rumahku. Dan seperti biasa, aku akan menyambutmu dengan
senyum termanisku.
Memang sih,
sesekali aku menyambutmu dengan tampang manyunku, meski sejujurnya hatiku
sangat girang karena kau datang. Kau tahu, itu karena aku merasa kesepian tanpa
dirimu. Terkadang, kau pergi meninggalkanku terlalu lama. Dan aku selalu sakit
menahan rindu padamu.
Tapi,
bagaimanapun perasaanku saat itu. Secangkir kopi akan selalu aku suguhkan
padamu.
Lalu, kau
akan berkata, “Aku sudah kenyang.”
Tapi, aku
tetap menyodorkan secangkir kopi itu di dekatmu. Membiarkannya perlahan menguar
sambil mencuri dengar pembicaraan kita.
Kau pun
mulai bercerita tentang semua hal yang kau lakukan saat jauh dariku. Tentang
pekerjaanmu, tentang kuliahmu, tentang keluargamu, tentang teman-temanmu, dan
tentang dirimu yang –katanya- selalu merindukanku.
Aih, aku
begitu tersipu. Kau tak pernah berusaha merayuku. Tapi kepolosanmu selalu mampu
membuatku luluh saat di depanmu.
Tentang caramu
berpikir dan caramu menjalani hidup membuatku bangga padamu.
Saat itu, aku pun dengan hikmat mendengarkan setiap tutur ceritamu. Meski setelah itu aku selalu lupa dengan apa yang kau ceritakan. Mungkin, itu karena aku tersihir oleh pesonamu.
Sesekali aku
menimpali ceritamu. Sesekali pula aku hanyut dalam auramu. Ah, kau memang
selalu mampu mengalihkan duniaku.
Lantas, kau
akan mencecap sedikit demi sedikit kopi yang telah menguar itu. Kau haus? Tentu
saja aku tahu itu.
“Katanya
sudah kenyang?” cibirku saat cangkir di sampingmu telah kosong tak bersisa. Kau
hanya meringis, menahan malu.
Ah, tadi itu
hanya pura-pura kan? Aku tahu kau haus, lelah dan kedinginan. Makanya aku
selalu menyuguhkan kopi untuk menghangatkan tubuhmu.
Ah, mengingatmu.
Rasanya tak pernah habis kata-kataku untuk melukiskan betapa aku senang bisa
mengenalmu.Betapa bahagianya aku pernah menjadi bagian dalam hidupmu.
Sama seperti
saat ini. Saat kita tak lagi bersama. Bayangmu seakan tak pernah lari dari
pelupuk mataku.
Selalu saja
ada hal yang membuatku menumpahkan kata-kata untuk mengenangmu.
Apa kau juga begitu? Masihkah ada aku di hatimu?
Apa kau juga begitu? Masihkah ada aku di hatimu?
Ah,
lagi-lagi air mataku kembali menggenang. Bukan karena aku menyesali perpisahan
kita. Tapi aku selalu menyesali pertemuan kita.
Pertemuan yang
sempat melambungkan angan dan mimpiku. Aku menyesali kenapa aku tak bisa
melupakanmu. Dan aku menyesali kenapa aku begitu rapuh tanpamu.
Kau tahu,
aku selalu merindukan saat senja bersamamu. Aku selalu merindukan menyuguhkan
secangkir kopi untukmu.
Akankah semua
itu bisa terulang kembali?
Ah, andai
saja waktu dapat ku putar. Aku ingin kembali mengulang saat kita bersama. Dan aku
akan memohon pada sang pemilik waktu untuk menghentikan waktu mu dan waktu ku
saat itu juga. Karena aku tak pernah ingin kehilangan waktu tanpa kamu.
Kita sudah
menjalani ribuan hari bersama. Suka dan duka kita lewati bersama. Masih ingatkah
kau tentang semua itu?
Kalau kita
mampu bertahan selama itu. Kenapa kita tak mampu bertahan untuk waktu yang
lebih lama lagi? Bukankah masih ada cinta di antara kita?
Aku tak
pernah berusaha mengenyahkan kenanganmu dalam hatiku. Tapi, aku belajar untuk
membiasakan diri hidup tanpamu. Aku akan selalu merawat kenangan kita, meski
rasanya tak lagi sama.
Biarlah aku
melewati hari-hari sepiku tanpamu. Biarlah aku menikmati rasa sakit karena
rindu padamu. Biarlah hanya kopi ini yang mnjadi penghangat tubuhku, saat aku
lelah menantimu.
Kau tahu,
aku akan selalu menunggu saat itu. Saat kau kembali padaku, dan saat itu pula
aku akan menyuguhkan kopi untukmu.
Aku selalu
percaya pada takdir Tuhan. Jika memang Tuhan menakdirkan kita untuk berjodoh,
Tuhan akan mempertemukan dan menyatukan kita kembali dengan caranya yang jauh
lebih indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sudah berkunjung, nggak enak dong kalo nggak ninggalin jejak.
Silahkan berkomentar yang sopan yaa....