Pages

27 Oktober 2014

Tentang Luka, Cinta, Pengorbanan dan Air Mata

Lagi-lagi aku harus dihadapkan pada masalah yang sama. Masalah yang dari dulu seolah menarikku pada jalan labirin tak berujung. Masalah yang kadang terlihat lucu, tapi kadang juga mampu membuat sesak di dada.

Tuhan, apa sih sebenarnya yang mau Kau lakukan padaku?

Ah, sebenarnya aku tak pantas mengeluh apalagi marah padamu. Toh, memang semua ini jalan yang telah aku pilih. Seharusnya aku bisa bahagia dari dulu, melupakannya dan hidup dengan caraku. Tapi Tuhan, satu hal yang tak pernah aku tahu. Kenapa takdir seolah menarikku untuk masuk kembali ke dalam pusaran arus yang sama? Apakah semua ini memang kehendakmu, Tuhan?

Kemarin aku sudah sangat bahagia, kembali menjalani hari-hari bersamanya. Duka dan luka yang pernah aku rasakan sebelumnya, seolah mengering begitu saja. Meski memang sakitnya terkadang masih terasa. Walau terkadang rasanya tak sama dengan rasaku yang dulu, tapi jujur aku masih sangat sayang padanya.

Tuhan, akankah aku terus bertahan dalam arus ini? Menanti hingga takdir yang akan membawaku pergi? Ataukah, aku sendiri yang harus mengambil jalan untuk menarik diri dari semua ini?

Ya, aku memang bisa saja melakukan itu. Melupakan dan tak menghiraukan dia lagi. Tapi, bagaimana dengan dia nantinya? Sedangkan hanya aku yang tahu segala permasalahan hidupnya. Bagaimana ia harus berbagi dan bersandar, kala beban yang dipikulnya terlalu berat?

Mungkin memang benar, dia bisa begitu mudah hidup tanpa diriku. Toh, di luar sana banyak sekali wanita yang ingin menjadi pendampingnya. Tapi, apakah mereka bisa sama sepertiku, yang mengerti dia dari luar dan dalam? Yah, meski kadang aku dibilangnya egois, tapi sungguh aku hanya ingin menjadi orang yang selalu disampingnya dan mendengar semua keluh kesahnya.

Apa aku salah, jika aku membela diri dan mengatakan kalau aku adalah calon istrinya? Padahal memang begitu kesepakatan kita? Yah, meski aku belum tahu sepenuhnya apakah dia sungguh-sungguh mengatakan itu, atau hanya alibi agar aku sejenak bahagia.

Tuhan, berat sekali rasanya menjalani hari-hari dengannya. Entah kenapa badai seolah tak pernah lelah menghampiri hubungan kami. Mereka seakan tak pernah senang jika melihat kami berdua bahagia. Akankah aku terus bertahan dengan hubungan yang begitu menyedihkan ini, Tuhan?

Aku punya banyak pilihan, tapi aku tak bisa untuk memilih jalan lain selain bertahan untuknya. Mendampinginya dalam suka dan duka. Setidaknya aku lakukan semua ini hingga dia menyelesaikan skripsinya. Kali ini aku mencoba untuk diam, menerima segala caci maki yang dia berikan padaku. Aku diam karena aku tak ingin memperkeruh masalah. Meski sebenarnya hati ini sakit bukan main rasanya. Tapi, air mataku tak lagi mampu menetes.

Mungkin aku terlalu lelah untuk menangis, hingga saat dia melontarkan segala umpatan itu padaku. Aku hanya bisa diam dan memendam sakit luar biasa. Aku tahu aku salah, karena memilih untuk bertahan dalam rasa sakit yang berkepanjangan. Aku tahu aku salah, memilih untuk bertahan dalam hubungan yang entah akan seperti apa akhirnya.

Tapi, demi rasa sayang dan cinta ku yang tulus padanya. Aku akan bertahan. Ya, aku akan bertahan meski aku selalu dikecewakan, aku akan bertahan meski aku selalu disakiti, aku akan bertahan meski tak pernah dianggap. Dan, aku akan terus bertahan sekuat yang aku mampu. Sampai waktu benar-benar membawaku pergi dan menyelesaikan permainan ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sudah berkunjung, nggak enak dong kalo nggak ninggalin jejak.
Silahkan berkomentar yang sopan yaa....