Pages

11 Juli 2014

EUPHORIA PILPRES 2014



Entah kenapa Pemilihan Presiden 2014 ini sangat berbeda dengan pilpres tahun-tahun sebelumnya. Mungkin, karena hanya ada dua calon dan keduanya merupakan orang-orang baru. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang kandidat capres dan cawapres adalah orang-orang lama dari partai politik lama pula. Jadi, masyarakat penasaran kira-kira siapa ya yang bakal menggantikan Pak SBY nanti.

Saya pribadi sangat antusias sekali dengan Pilpres 2014 ini. Apalagi, suasana yang memanas di berbagai media sosial beberapa bulan terakhir ini. Keberadaan media sosial seperti facebook dan twitter menjadi sasaran empuk bagi para simpatisan masing-masing Capres untuk saling lempar argumen. Bahkan, mereka tak segan-segan saling menjatuhkan lewat black champaign yang gencar dilakukan. 

Terlepas dari berita “black champaign” itu benar atau salah, saya sih santai saja. Meskipun tiap hari selalu saja ada black champaign yang menghiasi timeline saya, tapi toh itu bukan hal yang mengganggu. Justru isu-isu yang disebar itu malah membuat saya semakin tahu sisi lain dari masing-masing Capres. 

Saya pribadi bukan pendukung salah satu capres, meskipun saat pemilu kemarin saya harus tetap memilih salah satu dari mereka. Tapi, saya lebih bersikap netral saja. Menurut saya, setiap calon pemimpin itu memiliki gaya kepemimpinan tersendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jadi, kelebihan Pak Prabowo belum tentu ada di Pak Jokowi dan kelebihan Pak Jokowi belum tentu ada di Pak Prabowo. 

Tapi, yang membuat saya heran, kenapa Pilpres 2014 ini tidak seramai pemilihan caleg atau pemilihan kepala desa kemarin ya? Apa mungkin karena hanya ada dua calon jadi masyarakat lebih mudah memilih dan tidak perlu lama-lama di TPS. Padahal, menurut pengalaman saya kemarin saat menjadi anggota KPPS, masyarakat masih penuh sesak di TPS hingga hampir penutupan lho. Keadaan ini juga tidak terjadi di tempat tinggal saya saja, tetapi juga di desa-desa tetangga. 

Pertanyaan yang muncul dalam benak saya adalah benarkah euphoria Pilpres tidak ramai karena ada hubungannya dengan tidak adanya “amplop putih”? 

Ya, bagi masyarakat desa “amplop putih” atau uang yang diberikan oleh tim sukses partai memang hal yang paling ditunggu. Mereka tidak mempedulikan bahwa itu adalah bentuk money politic yang seharusnya dihindari. Tapi, mereka berpikir bahwa itu adalah rejeki mereka yang patut disyukuri. Yah, apapun pendapat mereka saya harap mereka bisa memilih Capres dan Cawapres berdasarkan hati dan logika, bukan karena ada embel-embel ‘amplop’nya.

Keadaan yang berbeda justru ditunjukkan di televisi. Hampir setiap stasiun televisi memiliki kandidat yang dijagokan. Buktinya, sampai sekarang hasil quick count saja masih berbeda antar stasiun TV satu dengan yang lain. Kok bisa ya? 

Hmm… saya tidak mau dipusingkan dengan hal itu sih. Bagi saya yang terpenting adalah siapapun yang menjadi presidennya nanti bisa membawa perubahan yang baik bagi bangsa dan negara. Amiin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sudah berkunjung, nggak enak dong kalo nggak ninggalin jejak.
Silahkan berkomentar yang sopan yaa....